Senin, 28 Desember 2009

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DIKALANGAN REMAJA SEMAKIN MEMPRIHATINKAN

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DIKALANGAN REMAJA SEMAKIN MEMPRIHATINKAN

Dalam kehidupan para remaja banyak diantara mereka yang menggunakan bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa yang mereka sebut dengan bahasa gaul. Padahal penggunaan bahasa gaul tersebut dapat merusak tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bagi sebagian remaja, menggunakan bahasa gaul akan menciptakan citra bagi mereka sebagai anak pintar dan tidak ketinggalan zaman. Padahal apa yang mereka lakukan tidak benar dan malah dapat merugikan bangsa Indonesia.
Di samping itu, banyak remaja Indonesia yang menganggap remeh dan memandang sebelah mata pelajaran Bahasa Indonesia. ”Untuk apa belajar bahasa Indonesia, bahasa yang biasa kita gunakan, masa tidak bisa bahasa Indonesia ?”, pernyataan seperti itulah yang sering muncul dikalangan remaja Indonesia. Padahal jika mereka ditanya mengenai hal kosa kata, kata baku, maupun ejaan, pasti mereka akan merasa kesulitan.
Sejak beberapa waktu lalu sampai saat ini, sering kita temui suatu fenomena dikalangan remaja Indonesia, mereka cenderung melakukan bilingual atau berbilingual diwaktu yang bersamaan, yaitu mencampuradukan, mencampurbaurkan dua bahasa secara sekaligus, seperti mencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, diwaktu yang bersamaan. Ironisnya, kejadian seperti ini mereka lakukan saat berbicara dengan sesama orang Indonesia.
Bahkan ada juga sebagian remaja Indonesia yang enggan menggunakan bahasa Indonesia, sebaliknya mereka malah lebih tertarik menggunakan bahasa prokem yang tidak dimengerti orang lain. Menanggapi fenomena seperti ini, sebenarnya bukan menunjukkan bahwa diri mereka lebih berpendidikan ataupun lebih dari orang lain, tetapi malah menunjukkan kelemahan diri mereka sendiri. Yaitu lemah karena dirinya tidak mampu untuk fokus dalam satu bahasa.
Kita juga sering melihat banyak siswa yang menganggap mudah dan tidak khawatir dengan pelajaran bahasa Indonesia, karena nilai yang diperoleh selalu berkisar antara 6 sampai 9 dirapot sekolah. Namun apabila kita melihat nilai pelajaran bahasa Indonesia di ujian akhir nasional (UAN) jarang diperoleh nilai 10. padahal untuk pelajaran bahasa Inggris, IPS, atau pelajaran eksak sering ditemui siswa yang memperoleh nilai 10. Hal ini, jelas membuktikan bahwa pelajaran bahasa Indonesia tidak semestinya disepelekan begitu saja.
Dari sini bisa kita lihat betapa tidak bangganya para remaja Indonesia terhadap bahasa sendiri. Sebaiknya jangan terlalu bangga dengan bahasa asing, jika bahasa sendiri saja kita kurang mengerti makna dan hakikatnya. Untuk apa kita mengaku bangsa Indonesia jika kita sendiri menyepelekan bahasa Indonesia dan lebih bangga mempelajari bahasa asing. Inilah saatnya untuk kita melestarikan dan lebih mencintai bahasa nasional kita supaya tidak punah ditelan zaman.

PERINGATAN HARI AIDS HANYA RUTINITAS BELAKA

Ciamis, 26 November 2009
PERINGATAN HARI AIDS HANYA RUTINITAS BELAKA

Saat ini warga sedang asik mengobarkan semangat anti AIDS dengan memepringati Hari AIDS sedunia. Namun tahukah anda sejarah Hari ADIS itu sendiri ? Hari AIDS sedunia pertama kali direkomendasikan pada Agustus 1987 oleh James W. Bunn dan Thomas Netter. Kemudian konsep ini dibahas pada pertemuan menteri-menteri kesehatan sedunia yang akan membahas mengenai program-program untuk pencegahan dan memerangi penyebaran HIV/AIDS. Sebagai hasil kesepakatan bersama, pada tanggal 27 Oktober 1988 dalam rapat pleno ke 33 dari Majelis Umum PBB, WHO menyatakan 1 Desember sebagai Hari AIDS Sedunia.
Sangat memperihantinkan memang, peringatan hari ADIS setiap 1 Desember seolah hanya rutinitas tahunan warga dunia saja. Peringatan hari ADIS sebenarnya bukan hanya sekedar moment untuk mengingat kasus-kasus tentang HAIV/AIDS saja, tetapi diperingati untuk menumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS yang semakin merebak disleuruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV, serta didedikasikan untuk meningkatkan kesadaran infeksi HIV yang telah banyak melibatkan anak bangsa.
Kondisi pengidap HIV/AIDS layaknya fenomena gunung es dengan fondasi yang kokoh. Penularan HIV/AIDS di Indonesia berkembang sangat cepat. Menurut Departemen Kesehatan jumlah pengidap HIV/AIDS di Indonesia pada akhir tahun 2008 lebih dari 200.000 jiwa. Bahkan badan khusus PBB yang membawahi masalah ADIS (UNAIDS) memeprkirakan penderita ADIS di Indonesia tahun 2008 mencapai 270.000 jiwa. Pernyataan tersebut tentunya bukan dibuat secara asal-asalan. Jumlah tersebut muncul karena banyak penderita HIV yang tidak menyadari statusnya. Bahkan, banyak penderita HIV yang tidak menyadari statusnya. Bahkan, banyak penderita HIV yang justru menyembunyikan statusnya karena takut mendapat diskriminasi. Disisi lain, pecandu narkoba suntik dan pertumbuhan lokalisasi cukup tinggi di Indonesia, sehingga dua hal tersebut menjadi penyumbang terbesar kasus HIV/AIDS.
Sekarang ini, sebagian besar pengidap HIV/AIDS, termasuk di Indonesia adalah kalangan pelajar dan mahasiswa yang rentang terinfensi HIV sehingga perlu penyuluhan dan pemahaman di kalangan mereka. Sejauh ini pemahaman tentang HIV/AIDS di kalangan mahasiswa masih sebatas luarnya saja. Padahal, pemahaman yang mendalam tentang HIV/AIDS bagi mahasiswa termasuk penting, karena gaya hidup kebanyakan mahasiswa rentan terinfeksi HIV. Pemakaian narkotika, alkohol dan zat adiktif (NAZA) di kalangan mereka yang relatif tinggi merupakan salah satu alasannya. Hubungan seks bebas yang semakin membudaya juga menjadi alasan lain mahasiswa rentan terinfeksi HIV.
Akhir-akhir ini, pemakaian NAZA di kalangan mahasiswa cenderung meningkat. Bagi mereka yang menggunakan jarum suntik secara bergantian saat mengkonsumsi narkoba, pada saat itulah mereka tidak menyadari jika salah seorang pengguna terjangkit HIV, maka dapat menulari yang lainnya. Meski hanya ingin mencoba dan bahkan mungkin tidak sampai ketagihan, pemakaian satu dua kali NAZA, terutama narkotika suntik, juga beresiko tinggi tertular HIV. Itu penting dipahami karena tidak mudah mengetahui apakah seorang teman tertular HIV atau tidak. Pergaulan bebas yang berujung pada hubungan seks dan sudah menjadi gaya hidup membuat mereka rentan terinfeksi HIV. Beberapa studi atau surve I membuktikan bahwa banyak mahasiswa yang sudah melakukan hubungan seks. Walaupun itu dilakukan dengan pacar tetap tidak ada jaminan tubuh si pacar itu terbebas dari HIV.
Sebagian masyarakat menyarankan penggunaan kondom demi pencegahan HIV. Pada peringatan Hari AIDS sering dibaikan kondom secara gratis. Pembagian kondom seperti itu termasuk bentuk pembodohan dan memberikan pemahaman yang salah terhadap solusi pemberantasan HIV/AIDS. Karena dengan pembagian kondom praktek freesex semakin bertambah subur. Dengan adanya pembagian kondom tersebut masyarakat akan berpikir, nge seks boleh saja asal pakai kondom. Jadi pembagian kondom gratis juga tidak efektif, sebab penularannya virus HIV lewat hubungan seks, tetapi kenapa diperbolehkan.
Untuk itu, upaya yang sebaiknya dilakukan adalah memasukkan pendidikan tentang HIV/AIDS dalam kurikulum di sekolah atau perguruan tinggi. Seperti halnya memasukkan mata kuliah anti korupsi pada Fakultas Hukum. Masuknya pendidikan tentang HIV/AIDS dalam kurikulum akan lebh efektif untuk memberikan pengetahuan agar pelajar atau mahasiswa tidak melakukan perilaku menyimpang, seperti penyalahgunaan narkoba dan seks bebas yang memang beresiko tinggi terinfeksi HIV.

Ttd

Abdul Gani
Alamat :
Jln. Cipto Mangunkusumo No. 497
Rt 04/ Rw 23 Kabupaten Ciamis
46211 Tlp. 085220278738 Penulis, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh

























BIODATA

Nama : Abdul Gani
Alamat : Jln. Cipto Mangunkusumo No. 497
Rt 04/ Rw 23 Kabupaten Ciamis 46211
Tempat tanggal lahir : Ciamis, 3 Juli 1988
Jenis Kelamin : Pria
Golongan Darah : B
Status : Belum Kawin
Hobi : Membaca, Nonton TV
No Telp : 085220278738
Pekerjaan : Mahasiswa FKIP Universitas Galuh
Alamat : Jln RE Martadinata No. 150



Ttd

Abdul Gani