Jumat, 17 Juni 2011

CERPEN ANTARA CINTA DAN PRINSIP (Ganie Blaze)

Tak ada yang berbeda antara cuaca hari ini dengan hari-hari sebelumnya. Udara terasa begitu panas menyengat, tak khayal membuat pori-pori kulit semakin lebar dan mengeluarkan tetesan-tetesan keringat. Nampak di suatu tempat, seseorang mengambil ponsel dari saku celananya, ia melihat jam, tepat pukul 13.15 WIB. Jelas saja, saat itu sang Raja Siang sedang berdiri angkuh di atas singgasananya.
Tapi, panas terik tidak mengurangi antusias mahasiswa untuk pergi ke lapangan. Ada yang berbeda pada hari itu, di sana telah berdiri kokoh sebuah panggung lengkap dengan alat-alat band. Ya, dengan satu tujuan, mereka ingin menyaksikan acara penutupan pentas kampus yang akan diisi oleh band papan atas.
Di tempat lain, tidak jauh dari lapangan, Chandra dan Mery duduk berselonjor sambil membicarakan fenomena itu.
“Wah sangat ramai ya Chan? Aku rasa pentas kampus kali ini lebih meriah dari tahun-tahun sebelumnya,” kata Mery.
“Ya, mungkin karena tahun ini kampus kita mendatangkan bintang tamu, band papan atas pula,” jawab Chandra.” Dan yang pasti, siapa dulu ketua pelaksananya, Chandra Purnama gitu lho, hehehe….,” tambah Chandra sambil tertawa kecil.
“Ih….kamu narsis juga ya hehehe….., tapi benar kok, semua dosen sepertinya bangga punya mahasiswa seperti kamu, sudah pintar, kamu juga bisa aktif di organisasi, dan teman-teman juga sangat salut dengan ide-ide kreatif kamu Chand,” kata Mery meyakinkan.
“Ah jangan berlebihan, aku sadar kok, acara ini bisa sukses berkat kerjasama Tim yang solid, bukan karena aku saja,” kata Chandra.
“Kamu terlalu merendah Chan, semua orang juga tahu siapa kamu,” tambah Mery. Chandra hanya tersenyum simpul menanggapi kata-kata Mery. Sejenak mereka terdiam.
“Aku dengar kamu akan mendapat beasiswa?” Tanya Mery mengalihkan pembicaraan.
“Mudah-mudahan Mer, tanpa beasiswa itu, aku akan sulit untuk kuliah di kampus ini,” jawab Chandra.
“Kamu mesti optimis, kamu pasti bisa mendapatkan beasiswa itu.”
“Aku optimis, hanya sekarang kan banyak mahasiswa yang juga ikut mengajukan.”
“Pihak kampus tidak akan salah pilih, kamu pasti bisa memenuhi syarat-syarat dari mereka. Tapi, kamu juga harus ingat, kamu jangan bikin ulah yang bisa bikin pihak kampus benci sama kamu.”
“Iya, iya doakan saja ya!”
Mereka kembali terdiam. Pandangan kedunya tertuju ke panggung hiburan. Salah satu band sedang menyanyikan lagu mereka yang sedang ngehits. Penonton pun bersorak, tak sedikit di antara mereka yang ikut bernyanyi dan berjingkrak-jingkrak. Semua hanyut dalam suka cita.

* * *

Kegiatan pentas kampus berjalan dengan sukses. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pun mengadakan acara syukuran yang turut mengundang para dosen, dekan dan para pembantunya.
Sebelum acara syukuran dimulai, Chandra dan PD3 sempat berbincang-bincang.
“Selamat ya Chan, acara pentas kampus berjalan dengan sukses, tapi ingat, laporan pelaksanaan harus segera kamu buat,” puji Pembantu Dekan sambil menepuk-nepuk punggung Chandra.
“Terima kasih Pak, semua ini juga tidak lepas dari dukungan para dosen dan pihak kampus, jawab Chandra. “Mengenai laporan pelaksanaan akan kami buat secepatnya.”
“Ya, baiklah,” kata Pak PD.” Oia, Bapak dengar kalian akan melakukan demo ke kantor DPRD? Mengenai apa?”
Iya Pak, kami akan menggelar aksi demo menuntut pendidikan murah dan UN segera dihapuskan. Kami sebagai generasi muda tidak bisa tinggal diam melihat pendidikan di Negara kita yang carut-marut seperti ini,” jawab Chandra.
“Bapak setuju, sebagai mahasiswa yang kritis, kalian tak boleh tinggal diam jika melihat sesuatu yang salah disekitar kalian, lagi pula itu hak kalian untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Hanya satu pesan Bapak, jaga nama baik kampus, jangan sampai rusuh, apalagi bentrok dengan aparat keamanan,” kata Pak PD menasehati.
“Pasti Pak, kami juga sudah menyiapkan surat izin untuk demo, tinggal menyiapkan hal-hal kecil saja,” kata Chandra menjelaskan. “Kami hanya berharap, nanti para wakil rakyat di DPR sana, bersedia menemui untuk mendengarkan aspirasi kami.”
“Ya, mudah-mudahan saja,” kata Pak PD. ”Bapak salut dengan keaktifan kamu di organisasi. Tapi, kamu dan anak-anak yang lain juga, jangan hanya terfokus pada demo dan kegiatan kalian saja, bagaimanapun juga urusan kuliah lebih penting, jangan sampai nilai IP kalian jeblok gara-gara urusan seperti itu.”
“Hehehe…..,” Chandra hanya tertawa kecil. “Iya Pak, kuliah tetap lancar kok.”
Pembicaraan mereka terhenti karena acara syukuran akan segera dimulai. Mery selaku pembawa acara mempersilakan Chandra selaku ketua pelaksana untuk memberikan sambutan.


* * *
Kedekatan Chandra dengan Mery semakin erat. Sama-sama menjadi mahasiswa yang aktif di organisasi menuntut mereka untuk selalu bersama.
Seperti kehidupan anak muda lainnya, Chandra mulai merasakan ada perasaan yang semakin berbeda pada hatinya. Perasaan suka. Ia jatuh cinta pada Mery. Perasaan itu sebenarnya sudah ada sejak lama, hanya ia ragu dengan perasaannya sendiri. Sekarang ia yakin bahwa itu perasaaan suka, perasaan cinta pada Mery.
Berhari-hari Chandra terus memikirkan Mery. Cinta pertamanya. Ingin rasanya ia mengungkapkan perasaan itu pada Mery. Tapi, perasaan malu dan takut terus membayanginya. Ia sadar, ia bukan siapa-siapa. Sedangkan Mery, ia anak orang kaya, anak seorang anggota DPR.
“Saya tak bisa begini terus. Saya harus berani menyatakan perasaan ini. Orang-orang benar, jangan jatuh cinta jika takut di tolak,” gerutu Chandra dalam hati.
Saat itu juga Chandra langsung menelpon Mery dan mengajaknya untuk bertemu di suatu tempat yang telah ia tentukan. Tanpa berpikir panjang, Mery pun langsung menyetujuinya.

* * *
Dengan motor bebeknya, Chandra menjemput dan membawa Mery ke tempat itu. Suatu tempat yang jauh dari keramaian kota, hanya pohon-pohon dan hamparan tanaman padi yang dapat mereka lihat. Mery tak pernah datang ke tampat seperti itu, tapi ia bisa langsung menikmati tempat itu. Indah dan segar. Suara arus sungai dan desir daun pohon bambu yang tertiup angin, membuat hati terasa damai. Di atas jembatan tali, Chandra akan mengungkapkan perasaannya pada Mery.
“Mer……,” kata Chandra dengan seribu perasaan yang menggelayut di dadanya. ”Kamu tahu kenapa aku membawamu ke tempat ini?”
“Ya tidaklah Chan, kamu kan belum cerita. Emang ada apa? Kamu kok serius banget.”
“Aku mau bilang sesuatu sama kamu. Tapi aku mohon, apapun yang terjadi, setelah aku bilang ini, kamu jangan marah, jangan sampai kamu berubah, apalagi benci sama aku!”
“Hehehe …..,” Mery tertawa kecil menanggapi kata-kata Chandra. “Kamu mau bilang apa sih? Kamu kok aneh banget Chan?”
“Sebenarnya aku ingin mengatakan ini sejak lama, tapi aku tak punya banyak keberanian untuk mengatakannya,” kata Chandra.
“Iya, terus apa yang ingin kamu katakan? Tanya Mery semakin penasaran.
Tiba-tiba Chandra memegang kedua telapak tangan Mery.
“Baiklah, aku hanya mau bilang, aku…… aku cinta kamu Mer, aku sayang kamu, aku ingin kamu selalu ada disisiku, jadi seseorang yang mengisi hati aku. Apa kamu mau jadi kekasihku?” Tanya Chandra sambil menatap mata Mery dengan penuh arti dan pengharapan.
“Chand, kamu…..,” Mery tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Matanya berkaca-kaca.
Chandra menunggu jawaban, tapi Mery hanya terdiam menatap Chandra. Tiba-tiba Chandra melepaskan genggamannya, melepaskan tangan Mery dan memalingkan badannya.
“Tidak Mer, lupakanlah kata-kata aku tadi. Tak semestinya aku bilang itu, aku tak pantas menjadi kekasih kamu,” Chandra terus berkata-kata. “Aku sadar, aku bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang anak miskin yang dapat keberuntungan untuk bisa kuliah. Oh bodohnya aku, tak tahu diri, kenapa aku bisa mencintai kamu yang derajatnya lebih tinggi, anak orang kaya,” air matanya menetes, ia tak kuasa menahannya.
Sontak Mery memeluk erat Chandra dari belakang dan merebahkan kepalanya ke punggung Chandra. Ia tak ingin mendengar Chandra terus menerus merendahkan dirinya sendiri.
“Tidak Chan, kamu jangan bilang seperti itu, aku sangat senang berteman dengan kamu, dan asal kamu tahu aku juga mencintai kamu,” kata Mery dengan terisak-isak. “Sudah lama aku membuka hati ini untuk kamu, tapi kamu tak pernah menyadarinya. Aku mau Chan mengisi hati kamu, menjadi kekasihmu, dan kamu tak usah lagi membahas perbedaan-perbedaan antara kita,” kata Mery meyakinkan.
Chandra melepaskan pelukan Mery, ia membalikan badannya, dan langsung menatap Mery dengan penuh kasih sayang. Chandra pun kembali menggenggam tangan Mery.
“Benarkah kamu mau menjadi kekasihku?” Chandra kembali bertanya.
Mery hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. Serta merta Chandra memeluknya. Air matanya mengalir. Air mata kebahagiaan.
“Aku akan selalu menyayangimu Mer, menjagamu, tak kan ku biarkan seorang pun menyakitimu,” kata Chandra. Tangannya terus memeluk Mery, seolah tak mau melepaskan kekasih pertamanya itu.
Teman-temannya ikut senang mengetahui mereka bisa jadian. Mereka memang pasangan yang serasi. Bahkan,, saking akrabnya mereka sebagian teman-temannya menyangka mereka telah berpacaran dari dulu.

* * *
Hubungan mereka telah berjalan satu tahun, suka dan duka telah mereka lalui bersama-sama. Banyak pula godaan-godaan yang bisa meretakan hubungan mereka, namun karena kesetiaan dan kepercayaan, semua itu seolah tak ada artinya.
Sekarang mereka telah lulus kuliah. Gelar sarjana telah mereka dapatkan. Chandra bersama teman-temannya mendirikan sebuah lembaga bimbingan belajar yang bernama “Putra Mandiri”. Di samping itu, Chandra juga mengabdikan dirinya di sebuah lembaga sosial masyarakat (LSM). Ilmu-ilmu berorganisasi yang ia peroleh di waktu kuliah, jelas ia pakai di lembaga itu. Ia rela bergabung di lembaga itu yang notabene tidak memberikan penghasilan, hanya demi mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Sedangkan Mery, sekarang ia telah bekerja di kantor pemerintahan berkat bantuan ayahnya yang seorang anggota dewan.

* * *
Dengan ikatan yang semakin kuat, tidak terasa hubungan mereka telah berjalan 2 tahun. Sampai akhirnya Mery mengenalkan Chandra pada orang tuanya. Dari pertemuan itu, ayah Mery mengetahui banyak tentang Chandra, mulai dari latar belakang keluarga sampai pekerjaannya sekarang, termasuk kegiatan Chandra yang aktif di LSM.
Sesuatu yang tidak diharapkan pun datang. Ayah Mery tidak suka pada Chandra, ia tidak suka anaknya berhubungan dengan Chandra. Namun, ayahnya tidak memberikan alasan kenapa ia tidak suka pada Chandra.
Mery menceritakan semua itu pada Chandra. Hal itu benar-benar membuat keduanya terluka. Terutama Mery, ia tidak percaya dan sangat kecewa dengan keputusan ayahnya sendiri. Walaupun demikian, hubungan mereka tetap berjalan meski dengan sembunyi-sembunyi. Chandra berjanji akan membuat dirinya berhasil dan menjadi orang seperti ayah Mery inginkan.

* * *
Beberapa bulan kemudian, terdengar kabar yang sangat menghebohkan. Chandra bersama teman-temannya di LSM mendapatkan informasi adanya penyelewengan dana yang dilakukan oleh beberapa oknum anggota dewan. Betapa terkejutnya Chandra setelah tahu bahwa salah satu anggota dewan yang terlibat itu bernama Supandji dari Fraksi Partai Kasih Rakyat, yang tak lain adalah ayah Mery.
Chandra dan teman-temannya sebagai anggota LSM yang kritis, sudah selayaknya memberikan dorongan dan tekanan kepada pemerintah agar segera membongkar kasus ini dan mengusutnya sampai tuntas. Namun, dalam hal ini Chandra galau, ia tidak berdaya di satu sisi, ia mempunyai prinsip yang harus ia pegang teguh, dia telah mengabdikan dirinya untuk masyarakat dan tidak mungkin tinggal diam jika melihat ketidakjujuran. Tapi, di sisi lain, jika ia melakukan itu, terus aktif menekan pemerintah dengan aksi-aksinya, maka sama saja ia telah menyakiti hati kekasihnya sendiri. Ia tidak akan sanggup melihat itu. Dan yang pasti, ayah Mery akan semakin benci dan tidak akan memberikan restu pada cintanya.

* * *
Di tempat biasa, Chandra dan Mery bertemu. Mereka duduk bersampingan. Tak ada yang bicara, hanya terdiam terpaku. Langit malam yang cerah, dengan pesona bintang-bintang yang indah, tak dapat mereka rasakan. Eloknya bulan sabit, tak juga membuat keduanya tersenyum.
“Ya, tidak mungkin kamu tidak tahu. Ini memang cobaan buat keluargaku. Aku tak percaya kenapa ini bisa terjadi,“ Jawab Mery.
“Kamu pasti kuat, kamu pasti bisa melewati cobaan ini. Aku minta maaf, aku gak bisa berbuat banyak. Dan aku juga minta maaf, aku….”
“Tidak Chand, kamu tidak perlu minta maaf. Aku ngerti kamu. Aku juga tahu apa yang kamu pikirkan. Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan,” kata Mery.
“Tapi Mer,…..”
“Kamu kerjakan saja apa yang harus kamu kerjakan. Kita mempunyai prinsip yang sama, kebenaran harus ditegakan, dan aku yakin, ayahku tak bersalah,” kata Mery memotong pembiacaraan Chandra. Matanya merah berkaca-kaca.
“Justru itu, ini ayahmu Mer, aku tak sanggup melakukannya.”
“Sekalipun itu ayahku, yang salah harus dihukum. Apapun yang terjadi, aku tak akan menyalahkanmu,” Mery menegaskan. Air matanya telah jatuh.
“Baiklah, kita berdo’a saja, semoga semuanya baik-baik saja. Aku sayang kamu, dan aku juga sayang keluarga kamu,” kata Chandra.
Beberapa haru kemudian, para mahasiswa dan berbagai organisasi masyarakat, termasuk LSM yang diketuai oleh Chandra menggelar aksi demo besar-besaran di depan kantor DPR. Mereka menuntut kasus-kasus korupsi segera diselesaikan dan para tersangka segera diadili.
Pada saat itu, tida ada satu pun anggota dewan yang menemui mereka, yang ada hanya para petugas keamanan yang mencoba membuat barisan pertahanan lengkap dengan senjatanya. Hal itu malah memancing emosi para demonstran. Aksi dorong pun tak dapat dielakan. Demo itu berujung bentrok antara demonstran dengan aparat keamanan, bahkan sampai terjadi aksi pengerusakan.
Na’as, Chandra sebagai koordintor sekaligus ketua LSM ditangkap oleh aparat keamanan. Ia harus bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukan bersama teman-temannya. Akhirnya Chandra di penjara.
Mendengar kabar itu, Mery semakin terpukul. Bagaimana tidak, kini dua orang laki-laki yang ia sayangi berada dalam masalah yang besar.
Setelah diizinkan untuk dibesuk, Mery langsung menemui Chandra di kantor polisi.
“Apa kamu tidak apa-apa Chan? Kamu baik-baik saja kan? Kenapa ini bisa terjadi?” Tanya Mery bertubi-tubi. Ia begitu cemas dengan keadaan Chandra.
“Tenang Mer, aku baik-baik saja.”
“Kenapa ini bisa terjadi?”
“Entahlah, aku juga tidak berpikir akan berakhir seperti ini.”
“Kepalamu memar, berdarah, kamu pasti kesakitan?”
“Kamu tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja. Teman-teman pasti menolong aku. Aku akan segera bebas.
“Tidak semudah itu untuk bebas Chan, aku tak sanggup harus berjauhan dengan kamu,” Kata Mery. Tangisnya telah pecah.
“Ayahmu bagaimana Mer?” Tanya Chandra
Mery tak menjawab, ia hanya bisa menangis, tak kuasa melihat orang yang dicintainya berada dalam kurungan sel dengan keadaan yang menyedihkan.
“Mer, bagaimana keadaan ayahmu?” Tanya Chandra lebih keras.
“Ayah telah dijadikan tersangka, dan sekarang sedang dalam proses pengadilan.
“Oh Tuhan. Maafkan aku Mer….”
“Tidak Chan, ini bukan salahmu. Biarlah persidangan yang membuktikannya.”
Chandra bangkit dan memeluk Mery.
“Kamu harus tegar Mer, kamu pasti bisa melewati cobaan ini, do’akan yang terbaik buat ayahmu!” Kata Chandra sebelum mereka berpisah.
Waktu besuk telah habis. Mery berjanji akan sering menemui Chandra di tahanan.

* * *
Setelah beberapa kali menjalani persidangan akhirnya pengadilan akan memutuskan vonis kepada ayah Mery. Bersalah atau tidak. Mery juga tidak lupa memberitahukan hal itu pada Chandra beberapa hari sebelumnya.
Hari ini keputusan pengadilan akan diumumkan. Ruang sidang telah dipenuhi oleh keluarga Mery dan para wartawan. Ayah Mery pun telah duduk di kursi terdakwa dengan wajah yang tegar. Tapi sebaliknya Mery justru dengan gelisah, seolah mulutnya tak henti untuk terus berdo’a berharap yang terbaik untuk ayahnya.
Ketua sidang telah datang. Tidak lama lagi vonis akan segera dibacakan, Mery semakin gelisah, keringat dingin terus bercucuran. Dan betapa terkejutnya Mery, sesuatu yang tidak ia inginkan, ia dengar langsung dari mulut pimpinan persidangan. Sungguh kata-kata yang mengerikan bagi dirinya. Ayahnya telah terbukti melakukan korupsi, Bapak Supandji divonis bersalah dan dihukum kurungan 8 tahun penjara. Sontak Mery teriak sejadi-jadinya. Lantas ia menangis dan memeluk erat ibunya.
Mendengar keputusan pengadilan, Pak Supandji benar-benar terkejut. Ia tak sanggup menahan emosi dan dirinya. Pak Supandji merasakan sakit yang teramat sangat pada dada kirinya. Tiba-tiba ia jatuh pingsan.
Keluarga bersama polisi, lekas membawanya ke Rumah Sakit untuk segera diperiksa. Namun na’as, dokter tak mampu menyelamatkan nyawanya. Pak Supandji meninggal, terkena serangan jantung.
Mendengar kabar itu, Mery tidak terima. Ia tidak percaya ayahnya akan pergi secepat itu. Tiba-tiba ia merasakan sakit kepalanya, beberapa saat kemudian, ia tidak sadar lagi dengan apa yang terjadi.
Ketika ia membuka mata, antara sadar dan tidak, ia merasa di tempat yang tidak asing lagi baginya. Mery sudah berada di kamarnya. Dengan tatapan yang kosong, ia melihat ke sekeliling kamarnya. Dan sampailah pandangannya pada sebuah foto dengan gambar seorang laki-laki berkecamata. Foto ayahnya. Ia lompat dari atas tempat tidurnya, berlari untuk mengambil foto itu. Ia berteriak-teriak histeris memanggil ayahnya. Tangisannya pun pecah.
“Ayah ….. ayah…….,” teriak Mery memanggil-manggi ayahnya.” Kenapa ini bisa terjadi kepada kita? Kenapa ayah mau melakukannya?” Mery terus berteriak.” Mery tak butuh uang berlimpah, Mery hanya ingin kasih sayang ayah. Dan sekarang, kenapa ayah ninggalin Mery? Mery butuh ayah….., jangan tinggalin Mery yah….,” Mery terus menerus menangisi kematian ayahnya.
* * *

BEBERAPA BULAN KEMUDIAN
Di sebuah ranjang besi, seorang perempuan duduk memeluk kedua kakinya. Mukanya kusam. Rambutnya berantakan tak bersisir. Sisa-sisa tangisan membuat matanya merah. Terkadang, tawa-tawa kecil menghiasi mulutnya. Perempuan itu Mery. Mery Aliya Supandji kini menjadi penghuni Rumah Sakit Jiwa Harapan Bunda.
Kehilangan dua orang laki-laki yang sangat ia sayangi secara sekaligus, membuat jiwanya terguncang. Ketidaksanggupan menerima kenyataan telah menjadikannya lemah tak berdaya.

Ciamis, Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar